Iklan

" />

Lip Service Kemerdekaan

Redaksi
Saturday 16 September 2023 | 08:00 WIB Last Updated 2023-09-16T01:00:00Z
https://www.freepik.com/


Oleh : Januari Riki Efendi, S.Sos

“Proklamasi... Kami bangsa Indonesia dengan ini menjtakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang jang mengenai pemidahan kekoesaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. 

Teks diatas menjadi salah satu bukti keseriusan para founding fathers di negeri ini dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, mereka tidak hanya para tokoh yang hanya menyampaikan retorika yang indah, tetapi kalimat yang mereka ucapkan terbukti dalam setiap gerak dan nafas mereka untuk memperjuangkan kemerdekaan negeri ini. bung Karno adalah seorang orator ulung, semua ucapannya mampu mempesona pendengarnya. Dengan menggelegar dan berapi-api ia menyatakan ketidaksukaannya pada para penjajah dan selalu menyampaikan cita-cita kemerdekaan yang nyata bagi rakyat Indonesia. 

Bung Hatta, seorang intelektual murni, pejuang kemerdekaan yang selalu memiliki gagasan yang hebat, mampu mengaplikasikan setiap ilmu yang di dapatkannya demi kemerdekaan bangsa ini. Saya teringat ucapan Bung Hatta mengenai kemerdekaan, beliau berkata “Indonesia merdeka bukan tujuan akhir kita. Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat”. Kata-kata beliau itu tentu membekas di hati dan tindakannya, kalimat yang tulus disertai dengan tindakan nyata tergambar dari pribadi sang pejuang kemerdekaan ini. Beliau juga pernah berkata “Pahlawan yang setia itu berkorban, bukan buat dikenal namanya, tetapi semata-mata membela cita-cita”. Terbukti beliau ketika menjadi wakil presiden bahkan tidak mencari eksistensi, dia tidak memupuk harta, bahkan dirinya memiliki gaji yang pas-pasan, semuanya ucapannya menjadi realitas idealisme selama hidupnya.

Saya juga teringat sebuah kalimat dari Bung Tomo, ia mengatakan dengan semangat yang berapi-api “Kita tunjukkan bahwa kita adalah benar-benar orang yang ingin merdeka... Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka”. Ucapannya itu menjadi sebuah tindakan perjuangan yang nyata di Battle of Surabaya. Masih banyak lagi ucapan-ucapan para tokoh bangsa kita yang hingga kini masih dapat kita baca. Kalimat yang disampaikan oleh founding fathers kita, bukan bertujuan untuk menaikkan elektabilitas, apalagi hanya menjaga konstituen politik, tentu sangat jauh dari hal itu. Mereka benar-benar mengeluarkan kalimat yang menjadi tindakan nyata untuk kemerdekaan bangsa ini.

Bagaimana dengan pejuang politik era ini?

Saya sendiri kurang sepakat dengan kata “pejuang politik” dikarenakan para aktor politik kita saat ini tidak bisa dijadikan tauladan, jika melihat aktor politik kita, mereka hanya berkutat pada sisi politik pragmatis dengan elektabilitas sebagai panduan utama. Elektabilitas harusnya bukanlah hal yang menjadi tujuan utama, sejatinya kualitas dan integritas adalah sesuatu yang sepantasnya hidup dalam jati diri pejabat politik kita. 

Tanggal 17 Agustus 2022, genap sudah kemerdekaan Indonesia berusia 77 Tahun, tetapi esensi dan substansi kemerdekaan tidak juga dirasakan oleh rakyat Indonesia. Para pejabat politik disibukkan dengan golongannya serta dirinya sendiri. Partai politik menjadi wadah adu retorik bukan adu ilmu apalagi adu kualitas diri. Semuanya sibuk dengan pencitraan diri, berusaha menggunakan kalimat-kalimat manis kepada rakyat apalagi ketika momen-momen pemilu sudah di depan mata. Para pejabat politik saat ini hanya menyampaikan kalimat yang terkesan Lip Service, mereka yang selalu mengatakan berbuat untuk kepentingan rakyat, nyatanya hanya kepentingan partainya. Apalagi pejabat politik yang sudah bersekongkol dengan mafia serta oligarki.

Rakyat sama sekali tidak merasakan kemerdekaan sejati, mereka hanyalah mainan politikus di dalam percaturan politik. Tema blusukan, pro rakyat, wong cilik, gotong royong dan sebagainya hanya slogan tanpa pergerakan yang tulus dari politikus tersebut. Jika tidak demi elektabilitas dan eksistensi diri para politikus negeri ini tentu akan setengah hati berjuang untuk bangsa ini.

Realitas Kebijakan Bukan Untuk Kemerdekaan Sejati

Saya teringat ketika rakyat diseluruh Indonesia berdemonstrasi besar-besaran ketika Omnibus Law mulai diwacanakan sebagai produk hukum. 90% rakyat sepakat menolak kebijakan tersebut, semuanya turun kejalan, berusaha menyuarakan aspirasinya agar kebijakan tersebut dibatalkan, mengingat banyaknya kecacatan hukum serta peraturan yang lebih mendukung oligarki alih-alih mensejahterakan rakyat. Demonstrasi besar-besaran tersebut, sama sekali tidak dianggap oleh pejabat publik ini, baik oleh legislatif maupun eksekutif.

Bagaikan angin lalu, bak pepatah “anjing menggongong, kafilah berlalu”, rakyat tak digubris, bahkan dengan banyaknya korban pada demonstrasi tersebut, kebijakan tetap berjalan dan rakyat sekali lagi “dipecundangi” oleh kaum Lip Service negeri ini. Pemangku kebijakan selalu mengatakan “demi rakyat, untuk rakyat, atas nama kesejahteraan rakyat”. Tapi nyatanya setiap kebijakan jauh dari apa yang diucapkan. Omnibus Law hanya satu contoh dari banyaknya kebijakan “aneh” di negeri ini.

Jika memang para pemangku kebijakan memahami esensi demokrasi dan menekankan pada aspek keadilan, maka suara rakyat haruslah di dengarkan bahkan harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan apapun itu. Bukan hanya Lip Service, tapi harusnya Real Service. Rakyat harus dilayani, bukan malah sekedar dijadikan komoditi elektabiltas murahan itu. Bak kalimat Agus Salim, ia mengatakan “memimpin itu menderita”. Saat ini para pemimpin tidak lagi ingin menderita, mereka ingin hidup bak “sultan” di Istana mewah. 

Menyongsong Kemerdekaan dengan Real Service

Jika benar-benar ingin merdeka, seharusnya mulai saat ini para pejabat politik yang memiliki otoritas dalam sistem politik, berhentilah bermain-main dalam kata atau Lip Service. Berhentilah “membohongi” rakyat dengan mengatakan “kita sedang baik-baik saja”. Hutang negeri kita per-30 Juni 2022 sudah mencapai 7.123,62 Triliun, belum lagi tingkat pengangguran kita mencapai 11juta manusia lebih, pendidikan kita apalagi, masih banyak anak yang tidak bersekolah bahkan cost pendidikan yang setiap tahun meningkat, kesehatan kita tak pantas bagi si miskin, bahan pokok setiap saat melunjak naik, BBM kita juga sama, hukum kita masih berat sebelah, siapa yang memiliki kekuasaan dan jabatan masih diistimewakan ketimbang si miskin yang dipenjara tanpa tahu arah dan tujuan. Belum lagi masalah korupsi yang tiada habisnya, kasus HAM yang tidak ada titik terang dan segudang problematika di negeri ini.

Dengan bertumpuknya masalah negeri kita, tentu para pejabat kita tanpa malu akan mengucapkan “Kita Sudah Merdeka, dan kita baik-baik saja”. Sunggu kalimat utopis ditengah realitas menuju distopia yang parah. Yang menjajah negeri ini bukan lagi penjajah asing dengan tentaranya, tapi kebohongan dari pemangku politik yang setiap saat berusaha menyelamatkan “kantong” uangnya, dengan mempertahankan jabatannya. Maka jalan satu-satunya mereka berusaha mengulang-ulang kalimat Lip Service agar terlihat indah bagi masyarakat.

Substansi kemerdekaan harus diperjuangkan bersama-sama, dengan kekuatan dan daya upaya yang ada, rakyat tidak bisa terus berada dibawah “ketia” elit politik yang dipermainkan oleh oligarkinya masing-masing. Rakyat harus bisa mengimplementasikan kemerdekaan itu dengan sadar dan berkontribusi untuk negeri ini dengan cara apapun, dengan karya, inovasi, serta berbuat untuk sesama. Jika elit politik hebat dalam Lip Service maka rakyat harus memulai dengan Real Service. Berbuat untuk negeri ini walau dimulai dengan hal-hal kecil, sesulit apapun perjuangan yang kita lakukan untuk bangsa ini, maka itulah yang akan menjadi nilai besar kelak. Tuhan tidak pernah tidur, maka jangan berhenti untuk meneruskan perjuangan para founding fathers kita atas nama Indonesia. 

Pejuang sejati saat ini adalah rakyat Indonesia, bukan lagi elit politik yang bekerja atas nama uang dan oligarkinya. Indonesia tidak akan hilang di tahun 2030 jika rakyat bisa bersatu dan para pejabat politik sadar untuk benar-benar mengelola negeri ini dengan jujur, Indonesia bahkan akan hilang sebelum tahun 2030 jika para pejabat politik tidak henti-hentinya membohongi rakyatnya dan terus bersekongkol dangan oligarki. Dirgahayu Republik Indonesia ke-77, 17 Agustus 2022. Happy Indepence Day..


Nama         : Januari Riki Efendi, S.Sos
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 07 Januari 1993
Alamat         : Jln. Jermal VII, No. 63, Kel. Denai, Kec. Medan Denai.Medan 
Kesibukan : Founder Ruang Literasi Sumatera Utara
No. HP / WA : 082361004087
E-mail : akujanuary@gmail.com

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Lip Service Kemerdekaan

Trending Now

Iklan

iklan